spoon

IKRAR PERSATUAN BANGSA MELALUI SUMPAH PEMUDA

0

Category :



Tanggal 28 Oktober diperingati oleh bangsa Indonesia setiap tahun sebagai “Hari Sumpah Pemuda”. Sumpah Pemuda merupakan sumpah setia pemuda-pemuda Indonesia dan pernyataan kebulatan tekad untuk “bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu, yaitu Indonesia”.

Sumpah Pemuda diikrarkan dalam Kongres Pemuda Indonesia II yang dilaksanakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Usaha untuk mencapai persatuan pemuda Indonesia sebenarnya mulai dirintis melalui Kongres Pemuda Indonesia I pada tanggal 30 April sampai dengan 2 Mei 1926 di Jakarta. Kongres Pemuda Indonesia I dilantik oleh Jong Indonesia Kongres Komite di bawah pimpinan Tabrani. Komite ini dibentuk setelah konferensi antara Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, pelajar-pelajar Minahasa, Sekar Rukun, dan organisasi-organisasi pemuda lainnya pada tanggal 15 November 1925, yang terdiri atas Bahder Djohan, Sumarto, Jan Toule, Soulehuwij, Paul Pinontoan, dan Tabrani. Tujuan kongres ialah menanam semangat kerja sama antara perkumpulan pemuda di Indonesia untuk menjadi dasar bagi Persatuan Indonesia.

Dalam kongres tersebut, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) mengusulkan penggabungan semua perkumpulan pemuda dalam satu badan perhimpunan massa muda Indonesia. Namun, usaha ini tidak dapat dilaksanakan karena rasa kedaerahan yang masih kuat. Setelah kongres, diadakan suatu konferensi pada tanggal 15 Agustus 1926 oleh Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Ambonsche Studeerenden, Minahassische Studeerenden, dan Kongres Komite. Konferensi itu mengusulkan agar dibentuk badan permanen untuk keperluan persatuan Indonesia. Usul diterima terkecuali oleh Jong Islamieten Bond.

Kemudian, pada tanggal 31 Agustus 1926 disahkanlah anggaran dasar perhimpunan baru yang bernama Jong Indonesia, dengan tujuan menanamkan dan mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Indonesia dengan dasar nasionalisme menuju ke arah terwujudnya Indonesia Raya. Jong Indonesia terlepas dari semua perkumpulan pemuda Indonesia, bersifat permanen, dan diurus oleh satu komite atau dewan.

Usaha Jong Indonesia ternyata tidak dapat terwujud sebagaimana yang diharapkan. Pada awal tahun 1927 oleh Algemene Studie Club di Bandung didirikan perkumpulan pemuda yang juga dinamakan Jong Indonesia, kelak diganti namanya menjadi Pemuda Indonesia. Tujuan perkumpulan ini tidak banyak berbeda dengan Jong Indonesia, hanya susunannya berlainan. Tidak berpolitik, tetapi anggota-anggotanya secara perseorangan boleh. Pemuda Indonesia bukan badan pusat semua persatuan perkumpulan pemuda.

Akhirnya, atas gagasan PPPI dilangsungkanlah Kongres Pemuda Indonesia II pada tanggal 27-28 Oktober 1928 dengan maksud untuk mempersatukan semua perkumpulan pemuda Indonesia yang ada dalam satu badan gabungan.

Kongres Pemuda Indonesia II dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Ketua PPI Soegondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.

Pada rapat berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Sebelum kongres ditutup diperdengarkanlah lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres, yang kemudian dikenal sebagai “Sumpah Pemuda”.

Ikrar Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928:
PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.
Ikrar ketiga dalam Sumpah Pemuda, yakni mengenai bahasa persatuan Bahasa Indonesia terus menjadi perhatian, termasuk pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam Rapat Dewan Sanyo Ketiga pada hari Kamis tanggal 28 Desember 1944, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, dibicarakan mengenai kedudukan bahasa Indonesia.

Dalam Rapat Dewan Sanyo Ketiga tersebut, antara lain dibahas mengenai “Djawaban Sanyo Kaigi Atas Pertanjaan: Bagaimana Tjaranja Membereskan Bahasa Indonesia?”. Rapat akhirnya memutuskan sebagai berikut.


Cara membereskan Bahasa Indonesia supaya bahasa itu menjadi dasar keteguhan kebudayaan, memiliki syarat-syarat:

Memperkuat kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dengan jalan:

Memberikan kedudukan yang selayaknya kepada Bahasa Indonesia dalam sekolah-sekolah;

Memberikan kedudukan yang selayaknya kepadanya di dalam pemerintahan.

Mengadakan permusyawaratan Bahasa Indonesia, yang diselenggarakan oleh Djawa Hookookai.

Mendirikan “Balai Bahasa Indonesia” sebagai badan yang berdiri sendiri di bawah pimpinan seorang orang Indonesia yang ahli dan terkemuka dalam masyarakat. Balai ini hendaklah diberi kedudukan yang teguh dan tentang hal bahasa kekuasaannya diakui. Balai Bahasa Indonesia itu ada di bawah perlindungan Gunseikanbu Soomubu.


Adapun usaha Balai Bahasa Indonesia sebagai berikut:
Mengadakan permusyawaratan tentang bahasa Indonesia;
Memelihara kedudukan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah;
Mengadakan perhubungan dengan badan-badan yang bersamaan di pulau-pulau lain di Indonesia;
Menjalankan usaha-usaha yang berarti memperkaya bahasa, seperti:
menetapkan dan menyusun kata-kata baru dan kata-kata istilah,
mengusahakan terjemahan buku-buku, undang-undang negeri, dan lain-lain,
menyusun kamus-kamus,
menerbitkan majalah untuk mengembangkan bahasa.

Post a comment