spoon

MOSI INTEGRAL M. NATSIR dan Kawan - kawan

0

Category :

Disadur oleh Ir. Nizar Dahlan, M.Si. )
Pidato Mohammad Natsir di Parlemen Sementara Republik Indonesia Serikat, 3 April 1950, tentang Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Saudara Ketua,

Dalam menentukan sikap fraksi saya terhadap mosi ini , fraksi adalah terlepas dari soal " apakah kami dapat menerima oper semua keterangan - keterangan yang tercantum dalam mosi atau tidak " juga menjauhkan diri dari pada pembicaraan unitarisme dan federalisme dalam hubungan mosi ini, sebab pusat persoalannya tidak ada hubungannya dengan hal - hal itu, akan tetapi jauh di lapangan lain.
Pembicara - pembicara yang mendahului saya, sudah dengan panjang lebar mengemukakan hal ini.


Orang yang setuju dengan mosi ini tidak usah berarti, bahwa orang itu unitaris, orang federalispun mungkin juga dapat menyetujuinya. sebab soal ini sebagai mana saya katakan, bukan soal teori struktur negara unitarisme atau federalisme, akan tetapi soal menyelesaikan hasil dari perjuangan kita masa lampau yang tetap masih menjadi duri dalam daging. Tiap - Tiap orang yang meneliti jalan persengketaan Indonesia - Belanda, tentu akan mengetahui bagaimana riwayat timbulnya Negara Sumatera Timur ( NST ). dan bagaimana fungsinya NST itu. Walaupun bagaimana juga ditimbang, ditinjau dan dikupas, tetapi rakyat dalam perjuangannya melihat struktur itu sebagai bekas alat lawan untuk meruntuhkan Republik Indonesia. Maka inilah yang menimbulkan reaksi dari pihak rakyat. Bukan soal teori unitarisme dan federalisme.

Kejadian - kejadian yang bergolak di NST sekarang bukan suatu hal yang kunsmatig atau dibikin - bikin akan tetapi adalah satu akibat yang tidak dapat dielakan dan yang harus kita selesaikan dengan Konferensi Meja Bundar ( KMB ) sebagai hasil perundingan dengan Belanda dahulu.

Orang bisa berkata, bahwa semua mosi atau resolusi dari rakyat dan demonstrasi - demonstrasi yang telah berlaku di NST itu menurut Juridischevor nya belum dapat dianggap sebagai suatu manifestasi dari kehendak rakyat. tapi coba, apakah akibatnya jikalau mosi ini ditolak lantaran dianggap prestisennya belum cukup? ia akan berarti pancingan bagi rakyat untuk menghebat dalam demonstrasi.

Saya teringat pada Pidato presiden pada pembukaan Sidang Parlemen ini. Beliau berkata, bahwa dalam satu tahun ini kita tetap konstisionil. kita akan menuruti apa yang disebut dalam konstitusi dan tidak akan menyimpang dari konstitusi. Akan tetapi menyimpang dari padanya, jikalau keadaan memaksa. hal ini diperlihatkan oleh rakyat. dan diartikannya jika keadaan bisa, tidak memaksa, tidak memberikan jalan baginya untuk mencapai cita - citanya, maka diciptakannya keadaan yang memaksa dengan segala akibatnya yang dipikul oleh rakyat itu sendiri.

Barangkali di dalam meninjau mosi ini Pemerintah merasa khawatir, kalau - kalau mosi ini akan mengakibatkan suatu bentrokan. akan tetapi menolak dan mematikan mosi ini berarti memperhebat apa yang telah terjadi. Oleh karena itu letakkanlah titik berat dari mosi ini pada apa yang disebut dalam keputusan, yaitu supaya Pemerintah Republik Indonesia Serikat ( RIS )menempuh jalan biasa dengan kebijaksanaanya untuk menyelesaikan persoalan ini. Jikalau pemerintah menganggap bahwa jika pekerjaan itu dengan sekaligus dan serentak dijalankan, akan menimbulkan bermacam - macam kekacauan, maka bagi Pemerintah cukup terbuka jalan mengadakan Undang - Undang Darurat untuk mengadakan peralihan, sehingga RIS dapat bertindak tidak membiarkan rakyat di NST bergolak, dan diberikan kepada mereka kesempatan untuk menyelesaikan soalnya sendiri. Maka dalam pasal - pasal yang ada dalam undang - undang darurat itu terbuka jalan bagi pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan dengan sebaik - baik nya.

Saudara ketua, Izinkanlah saya sekarang berbicara terlepas atau tidak terlepas dari pada soal unitarisme atau federalisme, akan tetapi dalam hubungan yang lebih besar mengenai mosi ini. sebagai hendak mengemukakan sedikit pemandangan mengenai dasar dari pada kejadian - kejadian yang kita hadapi sekarang, dari mulai kedaulatan diserahkan kepada kita, baik kiranya kalau kita terlebih dahulu melihat posisinya mosi ini di dalam, hubungan yang lebih besar.

Takkala Konstitusi Sementara ditandatangani dan diratifisir, umumnya orang, baik pemerintah ataupun parlemen menganggap bahwa Konstitusi itu dan struktur - srtuktur negara dengan segala sifat - sifat yang baik dan cacat - cacat yang ada di dalam nya, dapat dipakai sebagai dasar pemerintahan sementara sampai Konstituante yang akan datang.

Akan tetapi rupanya jalan sejarah menghendaki lain. segera sesudah penyerahan kedaulatan , di daerah timbul pergolakan. apa yang terpendam dan tertekan selama beberapa tahun yang lalu dalam hati rakyat, sekarang meluap dan meletus dengan berupa demonstrasi dan resolusi untuk merombak segala apa yang dirahasiakan oleh rakyat sebagai restan - restan dari struktur kolonial di daerahnya, terutama di daerah Republik di pulau Jawa, Sumatera dan Madura. Ini semua tidak mengherankan, akan tetapi adalah memang pembawaan riwayat perjuangan yang inherent dengan cara penyelesaian persengketaan Indonesia - Belanda yang diakhiri dengan KMB.

Soal - soal yang harus dihadapi oleh negara kita yang muda ini sekaligus bertimbun- timbun dihadapan kita. Soal kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, yang sudah begitu lama menderita, soal demoratistering pemerintahan, soal pembangunan ekonomi, soal keamanan, ketentraman dan 1001 macam soal lain- lain lagi, semuanya urgent dan harus dipecahkan dengan segera. kita bisa menyusun prioritasnya menurut pendapat kita masing - masing, akan tetapi yang sudah terang ialah, pemecahan soal yang satu bersangkut paut dengan yang lain, tidak dapat di pisah - pisah.

Usaha kemakmuran rakyat, penjaminan keamanan, tidak dapat berjalan selama belum ada ketentuan politik dalam negri. Politiekerust ini tidak dapat diciptakan selama masih ada duri - duri dalam daging. yang dirasakan oleh rakyat, yang walaupun kedaulatan sudah ditangan kita, tapi kita masih berhadapan dengan struktur - struktur kolonial serta alat alat politik pengepungan yang diciptakan oleh Van Mook di daerah-daerah.

Dalam menghadapi pergolakan untuk melenyapkan duri-duri dalam daging itu orang terbentur kepada Konstitusi Sementara, lebih lekas dari yang disangka tadi nya.

Pikiran terombang ambing antara :

a. Kehendak akan tetap bersikap " Konstitusionil "
b.Desakan untuk keluar Konstitusi dari lubang lubang yang ada dalam Konstitusi itu sendiri.

Inisiatif terlepas dari tangan pemerintah. tak ada konspirasi untuk menghadai soal ini dalam jangka yang tertentu. Semboyan yang ada hanyalah :' Terserah kepada kemauan rakyat '.

Rakyat bergolak dimana-mana. Hasilnya hujan resolusi dan mosi. parlemen menerima dan tinggal mengoperkan semuanya itu kepada Pemerintah dengan tambahan Argumentasi juridis dan lain - lain, dan kalau perlu dengan citaten dan encyclopedia.

Dengan begitu pemerintah lambat laun terdesak kepada posisi yang defensif. lalu pemerintah terpaksa menyesuaikan diri setapak demi setapak dengan undang - undang darurat sebagai legalisasi. Dan setiap kali ada ' persesuaian dalam hal ini ' , Saudara ketua, Parlemen dan Pemerintahan merasa 'berbahagia' lantaran ada persesuaian itu.

dalam pada itu pintu kebahagiaan bagi rakyat belum kunjung kelihatan. jalan pikiran tetap kabur dan samar. Dikaburkan oleh begrips verwarring, berkacaunya beberapa pengertian seperti berkacaunya pengertian unitarisme dan federalisme dalam masyarakat, yang bukan lantaran federalisme atau unitarisme itu sendiri, sebagai bentuk struktur negara akan tetapi lantaran kabur dan bercampur aduknya pengertian - pengertian itu dengan sentimen anargonisme, sebagai warisan dari persengketaan Indonesia - Belanda.

Kekacauan pikiran melumpuhkan jalannya usaha pembangunan kemakmuran rakyat. Dengan begini kita tidak terlepas dari satu Vicieusecirkel yang tidak tentu dimana ujungnya. Saya bertanya bagaimana mengartikan, "Terserah Kehendak Rakyat itu"? apakah itu menyerahkan kepada rakyat untuk mengadu tenaga mereka didaerah , untuk memperjuangkan kehendak mereka di tempat masing - masing dengan segala akibat - akibat nya dan eksesnya? habis itu lantas kita mengkonstatir dan melegalisir hasil dari pergolakan itu?

Saya sekali lagi bertanya sampai berapa langkah kesediaan hanyut seperti ini? apakah sampai kita terbentur kepada satu batu karang nanti? Tidak, Saudara Ketua, bukan begitu semestinya, tapi sikap macam sekarang, saya kuatir pemerintah lambat laun akan hanyut kepada jurusan itu. pemerintah yang timbul dari rakyat dan yang terdiri dari pemimpin perjuangan kemerdekaan sendiri, tentu tahu benar-benar dan sudah dapat merasakan, apa yang hidup dalam keinginan rakyat itu.

Hanya dengan mengambil inisiatif kembali, yang telah dilepaskan oleh Pemerintah selama ini, dapat diterapkan bahwa pemerintah terlepas dari defensinya seperti sekarang. Dengan begitulah mungkin timbul satu iklim pikiran yang lebih segar, yang akan dapat melahirkan elan nasional yang baharu, bebas dari bekas persengketaan - persengketaan yang lama.

Berhubung dengan ini saya ingin memajukan satu mosi kepada pemerintah yang bunyinya demikian :
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara RIS dalam rapatnya tanggal 3 April 1950 menimbang sangat perlunya penyelesaian yang integral dan pragmatis terhadap akibat - akibat perkembangan politik yang sangat cepat jalanya pada waktu yang akhir- akhir ini.

MEMPERHATIKAN :

Saudara - saudara rakyat dari berbagai daerah, dan mosi - mosi Dewan Perwakilan Rakyat sebagai saluran dari suara-suara rakyat itu, untuk melebur daerah - daerah Belanda dan menggabungkannya ke dalam Republik Indonesia. Kompak untuk menampung segala akibat-akibat yang tumbuh karenanya, dan persiapan- persiapan untuk itu kita harus diatur begitu rupa, dan menjadi program politik dari pemerintah yang bersangkutan dan dari Pemerintah RIS. Politik pengleburan itu membawa pengaruh besar tentang jalannya politik umum di dalam negeri dari pemerintah di seluruh Indonesia

MEMUTUSKAN :

Menganjurkan kepada Pemerintah supaya mengambil inisiatif untuk mencari penyelesaian atau sekurang - kurangya menyusun suatu konsepsi penyelesaian bagi soal - soal yang hangat ang tumbuh sebagai akibat perkembangan politik diwaktu yang akhir - akhir ini dengan cara integral dan program yang tertentu.

Jakarta , 3 April 1950

M. Natsir - Soebadio Sastrasatomo - Hamid Algadri - Ir. Sukiman - K. Werdojo - Mr.A.M.Tambunan - Ngadiman Hardjosubroto - B. Sahetapy Engel - Dr. Tjokronegoro - Moch. Tauchid - Amelz - H. Siradjuddin Abbas.

Post a comment